Cute Kawaii Hissy Fit Kaoani

Jumat, 23 Desember 2011

PENDIDIKAN BAGAI TINTA KEHIDUPAN

,
    
     Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dimasa kini, sehingga kita harus melengkapi hidup kita dengan berbagai pengetahuan yang mendidik, pengetahuan dapat diperoleh dengan berbagai macam cara terlebih lagi semakin pesatnya perkembangan teknologi sekarang ini, sehingga dengan mudahnya kita memperoleh informasi tentang perkembangan zaman, baik dari belahan bumi barat terlabih lagi dari Negara-negara tetangga kita. Kita jangan salah memahami bahwa pendidikan itu hanya bisa didapatkan dijalur formal tetapi pendidikan juga dapat diperoleh dari setiap pengalaman-pengalaman hidup yang kita alami.
     Menjadi  bangsa yang maju tentunya merupakan cita-cita yang ingin dicapai bagi setiap negara di Dunia ini. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau tidaknya suatu negara di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur dengan kemajuan dibidang pendidikannya, karena seperti yang kita ketahui bahwa suatu Pendidikan tentunya akan mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas baik dari segi spritual, intelegensi dan skill, sehingga pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan. Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidikan harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan pokok sama  halnya dengan kebutuhan-kebutuhan yang lain. Maka tentunya peningkatan mutu pendidikan juga berpengaruh terhadap perkembangan suatu bangsa.
     Ilmu pengetahuan, keterampilan, pendidikan merupakan unsur yang mendasar dalam menentukan kecakatan seseorang dalam berfikir tentang dirinya dan lingkungannya. Seseorang yang mampu mengubah dirinya menjadi lebih baik diharapkan juga mampu mengubah apa yang ada disekitarnya, tidak hanya keluarganya tetapi kelak dapat mengubah daerahnya dan kemudian negaranya. Jika kita melihat Negara-negara yang ada di Barat, meraka membari perhatian penting terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan. Sebab, hal itu begi mereka merupakan asset yang sangat berharga dan menjadi modal utama untuk boleh andil bersaing dengan Negara-negara lain. Misalnya saja, Negara Amerika dengan penemuan-penamuan baru dibidang IPTEK, yang dapat menjadikan sebagai “nilai jual” ke Negara lain tanpa menghilangkan keoriginalan penemuan awal yang meraka lakukan. Meraka tidak segan-segan harus mengeluarkan berjuta dolar untuk merealisasikan penemuan mereka. Bagaimana dengan kita, apakah kita juga sudah begitu peduli terhadap kondisi pendidikan yang ada di Bangsa ini? Seperti yang banyak kita jumpai, kebanyakan mereka lebih baik menghabiskan rupiahnya untuk berlomba-lomba mengadakan kampanye-kampanye disetiap daerah-daerah untuk mencari perhatian masyarakat, agar kelak jika mencalonkan untuk menjadi wakil rakyat ataupun pejabat tinggi mendapat dukungan basar dari masyarakat, tapi taukah kita? Kelak mereka hanya menjadi seorang koruptor, tentunya bukan ini yang kita harapkan dari mereka. Apakah dari mereka itu tidak terpikirkan labih baik rupiah yang mereka hamburkan itu dijadikan sebagai dana untuk kepentingan pendidikan? Karena, Secara ruang lingkup yang sempit dikawasan Negara kita ini masih banyak yang sangat tertinggal, nyatanya masih ada anak-anak bangsa kita yang tidak mampu membaca dan menulis. Sungguh, ini merupakan suatu kekhawatiran yang sangat sulit untuk diberantas jika kita masih terus berkutat pada pemahaman yang primitif. Dengan begini apakah kita mampu bersaing dengan Negara-negara barat? Tentunya ini merupakan salah satu ketertinggalan kita dari mereka yang harus kita kejar. Sebagai warga Negara Indonesia, kita tidak menuntut untuk jadi seperti Negara-negara yang ada di Barat
sebab melihat kondisi pendidikan kita yang masih jauh tertinggal dan membutuhkan pembenahan diberbagai sector pendidikan. Sekalipun realitanya demikian, bukan berarti kita hanya berpangku tangan saja dan menonton berharap dari Negara lain yang akhirnya di era free trade ini kita tidak lagi mampu maju untuk memberdayakan diri agar layak bersaing dan layak jual. Ingat! Kita boleh bermimpi tapi hati-hati jangan sampai kita hanya menjadi seorang pemimpi.
     Memandang keluar dan melihat keterbukaan dalam dunia globalisasi, menjadikan peranan pendidikan sangat vital untuk dijadikan penentu, sebab dunia pendidikan mampu memotivasi terciptanya teknologi yang bisa diadaptasi, diimitasi bahkan disebarkan dengan cara yang cepat dan mudah, yang kemudian dapat mendukung laju perkembangan suatu Negara. Pantas saja jika dikatakan bahwa pendidikan merupakan tinta dalam kehidupan.
    Saat ini kita ditantang untuk belajar dan terus belajar, sebab semakin kita tahu justru semakin banyak yang kita tidak ketahui. Perkembangan bukan hitungan hari tetapi sudah bertolak ukuran dengan hitungan detik. Dari waktu detik ke detik berikutnya sudah mempu menghasilkan berbagai daya kreasi penemuan-penemuan diberbagai bidang. Mengingat hal itu, maka mari kita manfaatkan kesempatan yang ada, bukan justru sebaliknya kesempatan yang memanfaatkan kita.
     Kata bijak dari seorang yang berkebangsaan Cina yaitu “berikan pada seseorang seekor ikan maka kamu memberi dia hanya sekali makan tapi ajarilah seseorang untuk memancing, maka kamu telah memberi dia makan seumur hidupnya. ” ini merupakan suatu ungkapan yang patut diacungi jempol. Dalam ungkapan itu tersimpan makna yang ingin disampaikan kepada kita semua bahwa manusiakanlah manusia agar kelak ia menjadi manusia, berdayakan, didik, latih, beri keterampilan agar kelak dia yang memberdayakan dan bertanggung jawab pada dirinya, kehidupannya serta masa depannya.
     Kaum muda adalah pemegang kunci di setiap daerah, pemuda adalah penerus bangsa. Ada realita yang harus kita akui bahwa pemuda-pemuda bangsa kita, sebelum maju bersaing sudah hampir kalah bersaing, tetapi tidak ada kata terlambat, sekarang juga mari kita lengkapi diri kita dengan sejumlah pengetahuan untuk menjadi manusia-manusia yang berkualitas, karena salah satu  kunci untuk melangkah menuju manusia yang siap pakai dan mempunyai daya kreatif tinggi serta bernilai jual yang layak di dunia Internasional, tidak mudah tapi kita mampu. Mari kita buktikan kepada dunia bahwa kita sebagai anak bangsa sanggup berkreasi di kancah dunia. 

La Dana

,
La Dana adalah seorang anak petani dari Bone. Ia sangat terkenal akan kecerdikannya. Kadangkala kecerdikan itu ia gunakan untuk memperdaya orang. Sehingga kecerdikan itu menjadi kelicikan.
Pada suatu hari ia bersama temannya diundang untuk menghadiri pesta kematian. Sudah menjadi kebiasaan di tanah toraja bahwa setiap tamu akan mendapat daging kerbau. La Dana diberi bagian kaki belakang dari kerbau. Sedangkan kawannya menerima hampir seluruh bagian kerbau itu kecuali bagian kaki belakang.
Lalu La Dana mengusulkan pada temannya untuk menggabungkan daging-daging bagian itu dan menukarkannya dengan seekor kerbau hidup. Alasannya adalah mereka dapat memelihara hewan itu sampai gemuk sebelum disembelih. Mereka beruntung karena usulan tersebut diterima oleh tuan rumah.
Seminggu setelah itu La Dana mulai tidak sabar menunggu agar kerbaunya gemuk. Pada suatu hari ia mendatangi rumah temannya, dimana kerbau itu berada, dan berkata "Mari kita potong hewan ini, saya sudah ingin makan dagingnya." Temannya menjawab, "Tunggulah sampai hewan itu agak gemuk." Lalu La Dana mengusulkan, "Sebaiknya kita potong saja bagian saya, dan kamu bisa memelihara hewan itu selanjutnya." Kawannya berpikir, kalau kaki belakang kerbau itu dipotong maka ia akan mati. Lalu kawannya membujuk La Dana agar ia mengurungkan niatnya. Ia menjanjikan La Dana untuk memberinya kaki depan dari kerbau itu.
Seminggu setelah itu La Dana datang lagi dan kembali meminta agar bagiannya dipotong. Sekali lagi kawannya membujuk. Ia dijanjikan bagian badan kerbau itu asal La Dana mau menunda maksudnya. Baru beberapa hari berselang La Dana sudah kembali kerumah temannya. Ia kembali meminta agar hewan itu dipotong.
Kali ini kawannya sudah tidak sabar, dengan marah ia pun berkata, "Kenapa kamu tidak ambil saja kerbau ini sekalian! Dan jangan datang lagi untuk mengganggu saya." La dana pun pulang dengan gembiranya sambil membawa seekor kerbau gemuk.

Kamis, 22 Desember 2011

PANTUN MUDA MUDI

,
Pergi memancing mendayung sampan
Menggali cacing jadikan umpan
Sudah lama hidup sendirian
Siapa ya yang mau kenalan

jalan-jalan ke kalimantan
Hanya untuk membeli acar
Perih rasanya hidup kesepian
Pingin rasanya punya pacar

Pergi bertamu mengetuk pintu
bersilaturrahmi ke rumah teman
Eh ada cewek manis di depanku
Senyumnya manis wajah menawan

Bunga melati aromanya harum
Tumbuh mekar dalam jambangan
Ada cewek manis sedang tersenyum
Boleh dong kita kenalan

Manis rasanya buah rambutan
Buahnya bulat warnanya merah
Setelah kita saling berkenalan
Bolehkah aku datang ke rumah

Bunga anggrek bunga lili
Kelopak mekar indah berseri
Ingin rasanya aku mendekati
Lalu Menjadikanmu kekasih hati

Buat tapai campur ragi
Jahe putih dibuat jamu
Kulihat wajahmu manis sekali
Ingin sekali jadi kekasihmu

Anak perawan memakai pita
Lipstiknya merah lesung pipitnya
Tentu saja aku tergoda
Sayang sudah ada yang punya

Tanamlah tanam si pokok duku
tanam di samping pohon jambu
Andai dia menerima cintaku
Betapa bahagia rasa hatiku

DI TANGAN ANAK-ANAK (Sapardi Djoko Damono)

,
Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad yang tak takluk pada gelombang, menjelma burung . yang jeritnya membukakan kelopak-kelopak bunga di hutan; di mulut anak-anak, kata menjelma Kitab Suci.
"Tuan, jangan kauganggu permainanku ini."
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.

AKU INGIN (Sapardi Djoko Damono)

,
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Kurnia (AMIR HAMZAH)

,
Kau kurniai aku,

Kelereng kaca cerah cuaca,

Hikmat raya tersembunyi dalamnya,

Jua bahaya dikandung kurnia, jampi kau beri,

Menundukkan kepala naga angkara.

Kelereng kaca kilauan kasih,

Menunjukkan daku tulisan tanganMu

Memaksa sukmaku bersorak raya

Melapangkan dadaku, senantiasa sentosa

Sebab kelereng guli riwarni,

Kuketahui langit tinggi berdiri,

Tanah rendah membukit datar.

Kutilik diriku, dua sifat mesra satu:

Melangit tinggi, membumi keji.

Pantun Jenaka

,
Bangkok kota seribu pagoda
Mekah adalah kota suci
Kuakui kau sungguh menggoda
Tapi sayang kau seorang banci

    karung hilang dikasih semen
    ditinggal ayam satu kabur
    gimana ente dibilang cemen
    dikasih cendol malah kabur


Malam hari main kulintang
ditemani sobat sobat tersayang
gimana hati kagak bimbang
Kepala botak minta dikepang

    Daun sirih daun kelor
    Ayam berkokok mau bertelor
    apa isi di balik kolor
    satu pistol dua pelor


seorang anak bernyanyi ria
sambil bernyanyi menari pula
siapa yang tidak bakal tertawa
disangka waras ternyata gila

    perut melilit makan jengkol
    orang pelit doyan miscoll


Makan Jengkol Perut Melilit
Doyan Miscall pulsa sedikit

    Buah kedondong Biji selasih
    Dulu bencong sekarang masihhhhhh


Buah semangka buah duren
Nggak nyangka gue keren

    Ada padi, Ada jagung
    Ada singkong, Ada pepaya
    Panen ni yeeee!


makan kue, minum sekoteng
ternyata gue emang ganteng

    Baju baru dipake sayang
    beli dimall pake atm mandiri
    knapa semua pada kabur sayang
    itu karena kamu belum mandi


kalo mau menanam padi
lihat dulu cuacanya
kolo tau Q mau mandi
Jangan lupa, ngintip ya!

    Pergi ke pasar naik onta
    Membeli anting intan permata
    Gak peduli situ udah tua
    Yang penting saling mencinta

Buah Jeruk Buah Kedongdong
Muke loe kayak kedongdong


    Buah kedongdong buah manggis
    walo muka kayak gerandong, yang penting artis



Jaka Sembung bawa Golok
Mau di Asah

    Buah belimbing buah rambutan
    itu kumis apa hutan...


sibotak bawa sisir
gak ada kerjaan

Mengatasi Bau Mulut

,

Pernah mengalami masalah dengan bau mulut? Pastinya membuat anda kurang percaya diri kan? Apalagi saat bulan puasa. Walau bau mulut saat puasa bernilai pahala, tapi tetap saja cukup risih.

Sebenarnya apa penyebab bau mulut?

Bau mulut (halitosis) dapat muncul akibat tidak teraturnya kegiatan membersihkan gigi. Bisa juga merupakan pertanda adanya masalah kesehatan serius, seperti liver, lambung, saluran pernapasan serta ginjal akut. Sedangkan penyakit gigi dan mulut penyebab napas tak sedap di antaranya gigi berlubang, radang gusi, gingivitis karena karang gigi, dan periodontitis. Bau mulut juga bisa muncul gara-gara makanan yang anda konsumsi dan kebiasaan tidak sehat lain, seperti merokok.

Bagaimana cara menyembuhkan bau mulut?

Cara paling mudah untuk menghilangkan bau mulut selama berpuasa tentu saja rajin membersihkan gigi, terutama setelah makan sahur. Karena setelah 30 menit tak makan, keasaman mulut akan meningkat karena sisa asam tidak diangkat. Selain dengan menjaga kesehatan gigi dan mulut, berikut beberapa tips mengatasi bau mulut:

    * Perbanyak konsumsi air putih.
    * Perbanyak konsumsi buah-buahan pengusir bau mulut seperti apel, bengkuang dan wortel.
    * Stop merokok dan minum alkohol.
    * Periksa ke dokter gigi anda minimal enam bulan sekali.

Berikut cara tambahan untuk mengobati bau mulut secara alami:

Bahan:
- Cengkih (3-5 biji)
- Air (secukupnya)

Pemakaian:
Ambil 3-5 biji bunga cengkih. Seduh dengan air secukupnya kurang lebih 5 menit, lalu dinginkan. Gunakan air ini untuk berkumur.

Semoga semua tips untuk mengatasi dan menghilangkan bau mulut diatas bisa bermanfaat bagi anda yang mengalami bau mulut tidak sedap. ^_^

Manfaat Buah Goji Berry

,

Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengenal buah goji berry. Memang goji berry ini bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Goji berry lebih dikenal dan banyak dibudidayakan di Cina, Jepang, Tibet, Amerika, Thailand, Vietnam, dan India.

Lantas apa saja manfaat goji berry bagi kesehatan?
Buah goji berry mengandung nutrisi yang sangat beragam, antara lain karbohidrat, protein, lemak, serat, energi, mineral, asam amino, serta berbagai macam vitamin dan pigmen fenolat yang berkaitan dengan anti oksidan.

Banyak manfaat kesehatan yang didapat dari buah goji berry, diantaranya dapat menurunkan kolesterol, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menunda proses penuaan dini, menambah vitalitas seksual, mengurangi gangguan sakit kepala, mengatasi insomnia, mengatasi mual saat hamil, membantu menurunkan berat badan, menambah kesuburan, membantu mengatasi asam urat, mengatasi batuk kering, memperkuat penglihatan, serta memperkuat otot, tulang dan gigi.

Untuk memperoleh manfaat dari buah goji berry, anda dapat mengkonsumsi buah goji berry ini dengan cara di jus.
Semoga bermanfaat. ^_^

Makanan Pereda Amarah

,
Mood lagi ngga bersahabat? Kerjaan numpuk? Tugas menunggu? Jalanan macet? Itu semua udah pasti sukses bikin kita stress! Kalau stress, akibatnya kita jadi gampang marah. Aktifitas yang padat membuat kita lupa makan. Sedangkan seperti yang kita tau, lapar itu juga bisa membuat kita jadi gampang marah loh + bisa menimbulkan penyakit maag!

Nah, kalo marah-marah kan kita jadi ngga enak beraktifitas. Teman-teman perlu tau nih kalau ternyata ada beberapa makanan yang bisa menurunkan emosi kita loh! Serunya lagi, ternyata makanannya itu praktis dan mudah didapatkan! Mau tau apa aja? Ini dia..
1. Pisang

 
Pisang merupakan sumber triptofan yang sangat baik dan membantu meningkatkan kadar serotonin dalam tubuh. Sarapan pisang dapat mencegah Anda mengalami rasa lapar dan kelesuan sebelum makan siang. Selain itu, pisang juga kaya karbohidrat yang diperlukan untuk penyerapan triptofan.
2. Kacang almond


Almond banyak mengandung asam amino triptofan. Kacang ini hadir dalam daftar makanan yang memiliki tingkat tertinggi asam amino. Ketika makan almond, triptofan masuk ke otak dengan cepat dan tingkat serotonin meningkat, sehingga bisa menjauhkan amarah.
3. Keju

Keju adalah sumber yang kaya protein, asam amino esensial triptofan dan karbohidrat. Dengan demikian, keju membantu meningkatkan mood dan menghilangkan sifat mudah tersinggung dan mudah marah.
4. Jus jeruk manis

Segelas jeruk manis juga bisa menjadi peredam amarah. Campuran gula dalam perasan jeruk membuat batas-batas kesabaran lebih longgar dari yang seharusnya, sehingga berguna untuk mengontrol temperamen dan emosi negatif lainnya.

Jadi, jangan suka marah-marah lagi yah!

Aku (Chairil Anwar)

,
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi


Maret 1943

Hampa (Chairil Anwar)

,
kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.

Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.

Doa (Chairil Anwar)

,
kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cahyaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

13 November 1943

Diponegoro (Chairil Anwar)

,
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU


Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954

Cintaku Jauh Di Pulau (Chairil Anwar)

,
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946

Derai Derai Cemara (Chairil Anwar)

,
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949

Senin, 19 Desember 2011

GEBYAR ALAM III INSTALASETA FKIP UNHALU

,


Pembukaan Gebyar alam 3 instalaseta FKIP UNHALU yang bertema “Tumbuhkan Jiwa Sportifitas dalam Bingkai Kebersamaan Menuju 10th INSTALASETA FKIP UNHALU” Kamis, 15 desember 2011 yang bertempat di pelataran parkir Ex. MTQ Kendari, Sultra. Dihadiri oleh pembantu Rektor III, ketua Pencap Kota Kendari, Ketua Pencap UPTI Sultra, Pimpinan Astra Motor Kendari, panitia pelaksana dan juga peserta kegiatan Gebyar alam 3. Kegiatan ini akan berlangsung mulai tanggal 16 Desember 2011 hingga 19 desember 2011. Peresmian pembukaan kompetisi ini ditandai dengan penarikan Karmatel Statik pada Wall yang dilakukan oleh Pembantu Rektor III, Prof. Dr. La Iru, M.Si.

Menurut ketua panitia, Zainal Basri, kegiatan ini merupakan program tahunan Instalaseta FKIP Unhalu. Sejak berdiri pada tahun 2001, Instalaseta telah melaksanakan banyak kegiatan yang berhubungan dengan alam seperti menjelajahi hutan konservasi di Sulawesi Tenggara. Tujuan penyelenggaraan kegiatan ini adalah menciptakan atlet panjat tebing yang handal meskipun secara umum kualitas para pemanjat tebing di Indonesia belum setara dengan negara-negara Eropa. Peserta kompetisi ini berasal dari semua kalangan, mahasiswa, umum, dan pelajar. Para peserta tersebut memperebutkan hadiah dengan total Rp10.000.000,- dengan beberapa kategori.yaitu Wall Climbing Competition kateogri difficult Putra dan Putri perorangan, Wall Climbing Competition kateogri difficult beregu putra dan putri. Selain itu, kegiatan inijuga akan dimeriahkan oleh  festival music danfree style motor matic.


Kegiatan ini sukses dibuka juga karena didukung oleh beberapa sponsor utama di antaranya Class Mild dan Astra dan Astra Motor Honda sebagai sponsor utama serta ditambah lagi dengan beberapa sponsor tambahan seperti Kedari X5, Telkomsel, dan Compas Autdon Lait. Kehadiran PR III Unhalu merupakan bukti kepedulian sekaligus memeriahkan kompetisi ini. Selain itu, beberapa organisasi pecinta alam yang ada di Sulawesi Tenggara juga ikut hadir.

Minggu, 18 Desember 2011

LAPORAN KUNJUNGAN BELAJAR DI GRAHA PENA

,
Jum’at 13 Mei 2011 kami mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2008 yang memprogramkan mata kuliah penyuntingan berkunjung ke Graha Pena untuk melihat langsung proses penyuntingan dan pencetakan Koran kendari pos. sebelum kami melihat langsung bagaimana cara penyuntingan dan pencetakan Koran kendari pos, terlebih dahulu kami diberikan pengantar-pengantar oleh Sawaludin Lakawa yang memiliki kedudukan sebagai wakil ketua redaksi di graham pena. Secara singkat sawaludin memberikan penjelasan-penjelasan mengenai kendari pos. kamipun secara seksama menyimak penjelasan yang diberikan sawaludin okawa, Bahwa Kendari pos merupakan harian nasional pertama di Sulawesi Tenggara (Sultra). Sebelumnya, Kendari Pos adalah surat kabar umum yang terbit sekali seminggu yang kadang-kadang tidak teratur dengan nama Media Karya, kemudian berubah menjadi Media Kita dan terakhir 9 September 1999 berubah lagi menjadi Kendari Pos. Kendari Pos mulai terbit secara harian setelah bergabung dengan Jawa Pos Media Group sejak 4 September 1995. Penerbitan ini pertama kali berdiri tanggal 6 Juni 1970 dengan nama Media Karya. Berawal dari usaha keluarga yang didirikan P.P Bittikaka bersama saudaranya Benyamin Bittikaka, dan anaknya Jerry Bittikaka. Mereka mendirikan Yayasan Karya Pers Nasional. Setelah mengantongi SIT (Surat Izin Terbit) dari pemerintah terbitlah surat kabar umum mingguan Media Karya setipis empat halaman yang berkantor di rumah tinggal P.P Bittikaka. Mereka tidak punya mesin cetak sendiri sehingga untuk mencetak koran harus ke Makassar (Sulawesi Selatan). Oplahnya sebanyak 5.000 eksemplar beredar hingga ke desa-desa.
Setelah 16 tahun berjalan kemudian berubah nama menjadi Media Kita sebab nama Media Karya telah diminta Departemen Penerangan (Deppen) untuk digunakan sebagai nama penerbitan DPP Partai Golkar. Deppen pun meminta agar pengelola Media Karya mencari nama lain, dan setelah P.P Bittikaka mempertimbangkan sehari semalam maka jatuhlah pada pilihan nama Media Kita. Media Karya dengan nama baru Media Kita terus terbit secara periodik (mingguan). Pada saat itu pun dilakukan kerjasama dengan Kanwil Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (Parpostel) Sulawesi Selatan-Tenggara (Sulselra). Bersama Media Kita, Deparpostel membentuk badan usaha perseroan terbatas (PT) yang berkantor di Makassar. Seluruh proses redaksi dan manajemen perusahaan dipusatkan di Makassar. Di bawah manajemen baru, walau masih terbit mingguan namun surat kabar tersebut mulai berkembang. Terbit 12 halaman full colour dengan oplah mencapai 10.000 menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Beritanya sebahagian besar mengangkat kepariwisataan. Manajemen kerjasama dengan instansi pemerintah tersebut menganut sistem fifty-fifty. Namun hanya berlangsung 10 bulan karena baik pengurusan maupun penyandang dana merasa tidak mampu menarik keuntungan dari penerbitan tersebut. Berhenti bekerjasama dengan Kanwil Deparpostel Sulselra pengelolah Media Kita tidak menyerah. Sebagai wartawan yang merintis pers di Sulawesi Tenggara, P.P Bittikaka tetap berupaya menerbitkan surat kabar seperti semula. Tentu dengan segala keterbatasan. Untuk mewujudkan terbitnya Media Kita secara harian, melalui Fajar Group, disuntikkan dana segar untuk membangun kantor semi permanent di Jalan Malik Raya No.4 Kendari, yang kemudian digunakan untuk pengelolaan sehari-hari, baik sebagai kantor redaksi, perusahaan, percetakan dan iklan, hingga September 2004. Jawa Pos Media Group juga memberikan bantuan berupa pembinaan manajemen. Sebelum terbit, awak Media Kita terlebih dahulu mengadakan magang di Group Jawa Pos, baik di Harian Jawa Pos Surabaya maupun Harian Fajar Makassar. Bahkan awal pengoperasian penerbitan harian, didatangkan tenaga teknis dari Surabaya (Jawa Pos) maupun dari Makassar (Fajar), baik teknisi mesin cetak maupun pra cetak hingga beberapa bulan.
Tanggal 9 September 1999, harian pertama dan terbesar di Sulawesi Tenggara tersebut berubah nama menjadi Kendari Pos, dari Media Kita. Perubahan nama itu, menurut P.P Bittikaka untuk menyikapi perkembangan zaman, yang sebelumnya pada zaman Orde Baru kehidupan pers dibelenggu dan berubah menjadi era keterbukaan (reformasi) sehingga siapapun bebas mendirikan koran. Jadi asumsinya, yang bakal menjadi koran utama di Sultra adalah koran yang menggunakan nama ibukota provinsinya, yaitu Kendari maka dipilihlah nama Kendari Pos. Kebijakan perubahan nama juga seiring dengan perubahan nama koran Jawa Pos Group di berbagai daerah,misalnya Manuntung menjadi Kaltim Pos, Mercusuar menjadi Radar Sulteng, dan lain-lain.
Setelah Sawaluddin Lakawa menjelaskan kepada kami megenai latar belakang kendari pos, ia juga sedikit membahas mengenai struktur organisasi kendari pos, yaitu sebagai berikut:

DIREKTUR

REDAKSI

BISNIS

KEPEGAWAIAN

PEMASARAN

Selain itu kami juga di beritahukan tiga belas rukun iman berita, yaitu sebagai berikut:
1.    Unsure signifikan
2.    Unsure kedekatan
3.    Unsure human interest
4.    Unsure actual
5.    Unsure ketokohan
6.    Unsure ketegangan
7.    Unsure pertikaian
8.    Unsure eksklusif
9.    Unsure dramatis
10.    Unsure umur
11.    Unsure unik
12.    Unsure seks
13.    Unsure pertentangan

Selanjutnya materi kedua kami dapatkan dari Bp. Onggi Nebansi, baliau menjabat sebagai redaktur pelaksana. Materi yang beliau berikan kepada kami yaitu mengenai layout atau pengaturan tata letak gambar pada Koran.
Setelah kami semua diberikan penjelasan mengenai kendari pos, kami diberi kesempatan untuk melihat langsung bagaimana cara menyunting sebuah tulisan hingga menjadi sebuah berita. Selain itu kami juga diperbolehkan untuk melihat langsung tempat percetakan Koran kendari pos, dan disanlah tercipta sebuah Koran yang layak diedarkan dimasyarakat.

TELAAH SAJAK “PERPISAHAN” KARYA DEA ANUGRAH

,
SAJAK PERPISAHAN
/1/
selamanya aku adalah angin bagi kau
dan kau selalu menjadi pipi bagi aku
begitukan pesan
aku pada kau sesaat yang lalu
waktu aku juga kau saling bersepunggung
saling beranjakpisah dengan
berurai airtawa

/2/
barangkali kelak
suatu waktu akan aku kirimkan
kau sekotak debu
sebab aku takkan pernah tahu
sampai kapan aku
bisa melindungi kau dari dua bola mata
kau dan empat bola mata
aku

(Pelabuhan Ratu, Agustus 2009) 

Puisi ini merupakan puisi lirik dan tak dapat kita “memaksakan” untuk melihat jumlah bait di sini. Meskipun demikian, puisi lirik ini sangat kaya dengan rima, baik rima awal, maupun rima akhir, karena kehadiran pengulangan. Larik ke-2 dan ke-12 diakhiri dengan “aku” dan larik ke-13,  ke-14, dank e-15 diakhiri dengan bunyi /a/ (“bola mata,” “bola mata”). Sementara itu rima awal ditemukan pada larik ke-10 dan ke-14 yaitu pada setiap awal kalimat “kau”. Pengulangan bunyi yang disebabkan oleh pengulangan kata ini dapat menimbulkan berbagai kesan, antara lain kesan adanya hal-hal yang monoton, dan dengan melihat konteksnya, saya pilih konotasi adanya “rutinitas”.
Marilah kita lihat sekarang susunan larik dan kalimatnya. Di sini hanya dapat ditemui lima belas larik yang tak sama panjangnya, karena larik yang ke-2, ke-7,  merupakan potongan kalimat dari larik sebelumnya. Pada sajak ini tak banyak tanda baca. Dalam puisi ini hadir tiga kalimat. Kalimat pertama terdapat pada larik pertama dan kedua. Kalimat kedua, mencakup larik ketiga hingga larik ketuju, dalam kalimat ini mengandung makna perpisahan yang dilakukan oleh dua insan. Kalimat yang ketiga mencakup larik kedelapan hingga larik kelimabelas, kalimat ini mencakup delapan larik.
Hasil analisis bentuk ini dapat membawa kita pada masalah makna: siapakah sebenarnya yang digambarkan dalam puisi ini? Apakah mereka “kau dan aku” adalah sepasang kekasih yang hendak mengakhri hubungan meraka atau “kau dan aku” adalah anak dan orang tua yang hendak berpisah karena anaknya yang hendak pergi merantau dan meninggalkan orang tuanya untuk kurun waktu yang sangat lama. Namun kemungkinan “kau dan aku” adalah pasangan kekasih yang akan berpisah. Ini dapat terlihat dari kosa kata yang mempunyai wilayah makna aku dank kau: berjumlah tigabelas kata, aku berjumlah enam kata sedangkan kau berjumlah tujuh. Sementara itu kosa kata yang mengacu pada sebuah hubungan yang akan berakhir atau berpisah yaitu saling bersepunggung, beranjakpisah, dan suatu waktu. Jumlah kosa kata yang mengacu pada suatu perpisahan lebih banyak dari pada kosa kata yang menunjukan akan adanya suatu hubungan yang akan menyatu bahkan tidak ada sama sekali.
Kini sampailah kita pada bagian terakhir adari analisis sajak “Perpisahan” ini, yang menampilkan komunikasi dalam puisi. Di sini narator menggambarkan langsung tokoh dalam puisi tersebut dalam mengemukakan isi puisi ini. Frasa “selamanya aku adalah angin bagi kau” merupakan gambaran yang menguatkan bahwa si narator benar-benar berbicara secara langsung kepada narrator yang lain, yaitu “aku”. Di bagian akhir dari puisi ini semakin menguatkan bahwa sinarator ini memang terdiri hanya dari dua orang yaitu kau dan aku, dimana si aku sangat jelas mengatakan perpiasahannya dengan si kau yang sangat berat untuk ia lakukan kareana ia masih begitu saying pada si kau, namun apalah daya si aku tidak selamanya bias bersama si kau dan ia juga tidak menjamin bias menjaga si kau selamanya, baik itu dari segi marabahaya ataupun juga dari godaan orang lain.
Setelah melihat interpretasi secara tekstual, marilah kita lihat keseluruhan sajak ini dalam kehidupan sehari-hari. Orang selalu mengaggap bahwa puisi adalah karya sastra yang khsusus, tidak seperti novel dan cerpen, yang menggambarkan kehidupan sehari-sehari. Bila kita mendalami sajak diatas, maka akan terasa bahwa beberapa baris puisi ini justru menampilkan cuplikan kehidupan secara intens. Sajak ini mengemukakan topik tentang perpisahan. Penggambaran perpisahan dalam puisi dikemukakan di atas, gambarannya sangat jelas bahwa itu adalah sebuah puisi tentang sebuah perpisahan. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa puisi ini mengacu pada sepasang kekasih yang akan segera berpisah. Si aku dank au sangat jelas digambarkan dalam puisi ini bahwa mereka akan berpisah untuk waktu yang sangat lama bahkan mungkin mereka tak akan bertemu lagi.

KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF EKSPOSISI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TINANGGEA

,
BAB II
    KAJIAN TEORI

2.1 Paragraf
2.1.1 Pengertian Paragraf
    Paragraf menurut Soedjito (1991: 3) merupakan bagian-bagian paragraf yang terdiri dari kalimat-kalimat yang berhubung-hubungan secara utuh dan padu serta merupakan kesatuan pikiran.
    Di bidang bentuk pada umumnya paragraf terdiri dari sejumlah kalimat,  atau dengan kata lain merupakan kumpulan dari sejumlah kaliamat meskipun ada juga yang hanya terdiri dari satu kalimat atau satu kata, misalnya kalimat penutup pada surat yang sering hanya berupa kata terima kasih. Sejumlah kalimat itu kait-mengait sehingga membentuk suatu kesatuan. Di bidang makna, paragraf itu merupakan suatu informasi yang memiliki ide pokok sebagai pengendalinya (Ramlan, 1993: 3).
    Akhadiah, dkk (1993: 111) mengemukakan bahwa paragraf merupakan inti perenungan buah pikiran dalam sebuah paragraf. Dalam paragraf terkandung unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama atau kalimat topik, kalimat penjelas sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan.
Menurut Ramlan (1993: 1) Paragraf adalah bagian dari suatu paragraf atau tuturan yang terdiri dari sejumlah kalimat yang mengungkapkan informasi dengan ide pokok sebagai pengendalinya. Pengertian lain dikemukakan oleh Kosasih, dkk (2002: 239) yang mendefinisikan paragraf sebagai rangkaian kalimat yang disusun secara sistematis dan logis sehingga membentuk kesatuan pokok pembahasan.
2.1.2 Jenis-jenis Paragraf
Berdasarkan isinya, paragraf dibedakan menjadi.
1. Paragraf Narasi
Secara harfiah, paragraf naratif adalah paragraf yang bersifat atau berhubungan dengan karangan jenis narasi. Narasi adalah jenis karangan yang isinya mengisahkan kehidupan seseorang. Oleh karena itu, paragraf naratif adalah paragraf yang isinya mengisahkan kehidupan seseorang. (Bahasa Latin: narrare: menceritakan; bercerita; narration: penceritaan; narratives: bersifat penceritaan).
2. Paragraf Deskriptif
Paragraf deskripsi (dari bahasa Latin: describere: membuat gambaran; descriptio: pemerian, pembeberan, penggambaran) adalah pargraf yang isinya menggambarkan keadaan sesuatu atau suasana tertentu, atau yang isinya membeberkan hal orang, benda, kaadaan, sifat, atau keadaan tertentu. Untuk memberikan gambaran tentang sesuatu, biasanya penulis merinci sesuatu itu secara lengkap dan cermat. Dengan membaca rincian yang lengkap dan cermat, pembaca memperoleh gambaran tentang keadaan atau sosok sesuatu.
3. Paragraf Eksposisi
Paragraf eksposisi adalah paragraph yang menguraikan suatu kejadian sejelas-jelasnya agar pembaca mudah mengerti.
4. Paragraf Argumentatif
Paragraf argumantatif (bahasa Latin: arguer: membuktikan, meyakinkan seseorang; argumentation: pembuktian) adalah paragraf yang isinya meyakinkan pembaca dengan mengemukakan bukti-bukti konkret atau fakta-fakta yang konkret. Dengan menyampaikan bukti-bukti atau fakta sesuatu yang yang dikemukakan, diharapkan pembaca meyakini pernyataan penulis.
5. Paragraf Persuasi
Paragraf persuasi (bahsa Latin: persuadere: meyakinkan seseorang; membujuk; persuatio: peyakinan; bujukan) adalah pargraf yang isinya mempengaruhi atau membujuk pembacanya untuk mengikuti apa yang disarankan oleh penulisnya. Untuk mempengaruhi pembacanya, biasanya penulis tidak cukup dengan mengemukakan bukti-bukti yang meyakinkan, tetapi juga menyampaikan saran atau ajakan untuk melakukan sesuatu. Biasanya saran atau ajakan tersebut disampaikan pada akhir paragraf atau akhir karangan. Contoh yang nyata adalah paragraf dalam suatu iklan sesuatu. Adapun kata-kata yang digunakan untuk membujuk atau menyarankan antara lain jangan lewatkan kesempatan, jangan salah pilih, pilihan, gunakan, beli saja, dan sebagainya.
2.1.3    Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya
Keraf (1980:63-66) memberikan penjelasan tentang jenis paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya sebagai berikut.
1.    Paragraf Pembuka
Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar karangan itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Oleh Sebab itu sifat dari paragraf semacam itu harus menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yag sedang diuraikan. Paragraf yang pendek jauh lebih baik, karena paragraf-paragraf yang panjang hanya akan meimbulkan kebosanan pembaca.
2.    Paragraf Penghubung
Paragraf penghubung adalah semua paragraf yang terdapat di antara paragraf pembuka dan paragraf penutup. Inti persoalan yang akan dikemukakan penulisan terdapat dalam paragraf-paragraf ini. Oleh Sebab itu dalam membentuk paragraf-paragraf penghubung harus diperhatikan agar hubungan antara satu paragraf dengan paragraf yang lainnya itu teratur dan disusun secara logis.
Sifat paragraf-paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya.Dalam karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, eksposisis, paragraf-paragraf itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis.Bila uraian itu mengandung pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.
3.    Pargraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain, paragraf ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam paragraf-paragraf penghubung.
2.1.4 Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini berpijak pada pendapat Sirai, dan kawan-kawan(1985:70-71) yang mengemukakan empat cara meletakkan kalimat utama dalam paragraf.
1.    Paragraf Deduktif
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama.Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama.Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus.
Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.
2.    Paragraf Induktif
Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-enjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama.Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.
3.    Paragraf Gabungan atau Campuran
Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf.Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama.Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok.Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.
2.1.4 Pengertian Paragraf Eksposisi
    Kata eksposisi berasal dari bahasa Latin exponere yang berarti: memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan. Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.
    Eksposisi atau pemaparan adalah salah satu bentuk tulisan atau retorika yang berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran, yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang yang membaca uraian tersebut (Keraf, 1981:3).
    Menurut Marahimin (2004:193) paragraf eksposisi adalah paragraf yang menyingkap sesuatu yang selama ini tertutup, terlindung, atau tersembunyi. Dalam hal ini yang disingkap dalam paragraf eksposisi adalah buah pikiran atau ide, pendapat yang akan diungkapkan, dengan demikian paragraf eksposisi biasanya menerangkan suatu yang berhubungan dengan proses atau prosedur suatu aktivitas. Pada saat menulis paragraf eksposisi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu mendaftarkan topik yang menarik untuk dikembangkan, menyusun kerangka paragraf untuk mengembangkan pokok pikiran.
    Dengan mencermati berbagai pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa paragraf eksposisi adalah paragraf yang berusaha memberikan informasi atau penjelasan pada pembaca dengan cara mengembangkan gagasan sehingga menjadi luas dan mudah dipahami oleh pembaca. Salah satu bentuk paragraf eksposisi ialah menguraikan tentang suatu proses.
Untuk mendukung akurasi pemaparannya, sering pengarang eksposisi menyertakan bentuk-bentuk nonverbal seperti grafik, diagram, tabel, atau bagan dalam karangannya. Pemaparan dalam eksposisi dapat berbentuk uraian proses, tahapan, cara kerja, dan sebagainya dengan pola pengembangan ilustrasi, definisi, dan klasifikasi.
Karangan eksposisi juga dapat ditulis berdasarkan fakta suatu peristiwa, misalnya, kejadian bencana alam, kecelakaan, atau sejenis liputan berita. Meskipun bentuk karangannya cenderung narasi, namun kita dapat membuatnya menjadi bentuk paparan dengan memusatkan uraian pada tahapan, atau cara kerja, misalnya cara menanggulangi penyebaran virus flu furung, atau evakuasi korban banjir.
2.1.5 Ciri-Ciri Paragraf Eksposisi
    Pargraf eksposisi mempunyai ciri-ciri yang khusus, yaitu.
1.    Paragraf eksposisi berisi tentang pendapat, gagasan, atau keyakinan penulis terhadap suatu masalah bidang tertentu.
2.    Uraian pargraf eksposisi bersifat objektif, semata-mata hanya untuk menambah pengetahuan pembaca tanpa didasari maksud tertentu.
3.    Isi paragraf deskripsi diperjelas dengan fakta yang dilengkapi dengan angka, peta, grafik, statistik, gambar atau bagan sebagai ilustrasi.
4.    Menggali melalui analisis dan sintesis.
5.    Paragraf eksposisi diakhiri dengan penegasan, bukan ajakan atau permintaan dukungan.
2.1.6    Langkah-langkah Penulisan Paragraf Eksposisi
Dalam menulis pargraf eksposisi ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.    Menentukan tema,
2.    Menentukan tujuan karangan,
3.    Memilih data yang sesuai dengan tema, dan
4.    Membuat kerangka karangan, mengembangkan kerangka menjadi karangan.


2.1.7    Pembelajaran Menulis Paragraf Eksposisi di SMA Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Tinanggea ditemukan bahwa ternyata pembelajaran menulis paragraf eksposisi telah dipelajari di kelas X pada semester pertama. Pembelajaran menulis paragraf tersebut umumnya mengacu pada KTSP yang diterbitkan oleh Depdiknas. Pembelajaran menulis paragraf eksposisi diajarkan secara khusus yang tergabung dengan pokok bahasan menulis paragraf naratif dan deskriptif.
Dalam penelitian ini peneliti hanya fokus pada manulis paragraf eksposisi sebagai objek penelitian. Salah satu bahan pembelajaran bahasa Indonesia yang perlu dicermati dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah pembelajaran menulis paragraf khususnya paragraf eksposisi. Pembelajaran paragraf dalam KTSP di kelas X SMA secara umum berbicara tentang siswa mampu manulis untuk mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif, ekspositif). Dari standar itu kemudian dijabarkan dalam kompetensi dasar yakni siswa dapat menulis hasil observasi dalam bentuk paragraf eksposisi.

    Pembelajaran paragraf eksposisi di SMA 1 Negeri Tinanggea diajarkan di kelas X berdasarkan Kurukulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) yang memuat indikator sebagai berikut: (1) Mendaftar topik- topik yang dapat dikembangkan menjadi  paragraf eksposisi, (2) Menyusun kerangka paragraf ekspositif, (3) Mengembangkan kerangka yang telah disusun menjadi  paragraf ekspositif, (4) Mengidentifikasi kata berimbuhan dalam paragraf ekspositif, (5) Menyunting paragraf ekspositif yang ditulis  teman. Pembelajaran paragraf di kelas X SMA Negeri 1 Tinanggea memuat materi pembelajaran sebagai berikut:  (1) Contoh paragraf   ekspositif, (2) Pola pengembangan paragraf ekspositif, (3) Contoh penggunaan kata berimbuhan dalam paragraf ekspositif. Adapun alokasi waktunya yaitu 4x45 menit.
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, sebartik, DKK. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta:   Erlangga.
Arikunto, suharsimi.2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, G. (1981). Eksposisi dan Narasi. Ende-Flores: Nusa Indah.
Suriamiharja, agus, DKK. 1987. Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta. : Depdikbut.
Soedjito, Mansur Hasan. 1991. Keterampilan Menulis Paragraf. Bandung: Remaja     Rosdakarya.







Sabtu, 17 Desember 2011

BUNGA RUMAH MAKAN Karya Utuy Tatang Sontani

,
Pertunjukan Watak Dalam Satu babak
Diketik ulang dari Naskah Terbitan
Perpustakaan Perguruan Kementrian P.P. DAN K.
Jakarta 1954
PARA PELAKU
1.    Ani, gadis pelayan rumah makan “Sambara”
2.    Iskandar, pemuda pelancong
3.    Sudarma, yang punya rumah makan “Sambara”
4.    Karnaen, pemuda anak Sudarma
5.    Usman, kyai kawan Sudarma
6.    Polisi
7.    Suherman, pemuda kapten tentara
8.    Rukayah, kawan Ani
9.    Perempuan yang belanja
10.    Pengemis
11.    Dua pemuda pegawai kantoran
Panggung merupakan ruangan rumah makan, dialati oleh tiga stel kursi untuk tamu, lemari tempat minuman, rak kaca tempat kue-kue, meja tulis beserta telepon, radio dan lemari es. Pintu kedalam ada di belakang dan pintu keluar ada di depan sebelah kiri.
ADEGAN 1
KARNAEN    :    (duduk menghadap meja tulis, asyik menulis).
ISKANDAR    :    (masuk dengan rambut kusut dan langkah gontai, memandang ke arah pintu ke belakang).
KARNAEN    :    (berhenti menulis). Ada keperluan apa, saudara?
ISKANDAR    :    Tidak! (pergi keluar).
KARNAEN    :    (heran memandang, kemudian melanjutkan menulis).
ADEGAN 2
KARNAEN    :    (berdiri). An! Ani!
ANI    :    (dari dalam). Ya, mas!
KARNAEN    :    Sudah selesai berpakaian?
ANI    :    (tampil). Sudah lama selesai, mas.
KARNAEN    :    Tapi mengapa diam saja di belakang?
ANI    :    Saya membantu pekerjaan koki.
KARNAEN    :    Who, engkau turut masak?
ANI    :    Tidak mas, hanya memasak air. Timbangan diam tidak ada kerja, supaya tidak merasa kesal.
KARNAEN    :    Tapi akupun suka melihat engkau masak, An. Apalagi karena dengan begitu, engkau akan kian jelas kelihatan sebagai wanita yang akan jadi ratu rumah tangga.
ANI    :    (pergi mengambil lap di atas gantungan). Ah, mas, bila mendengar perkataan ..rumah tangga” saya suka gemetar. Saya masih suka bekerja seperti sekarang ini. (mengelap radio).
KARNAEN    :    Sampai kapan engkau berpendirian demikian, An?
ANI    :    (tetap mengelap radio, membelakangi Karnaen). Saya bukan Tuhan mas, tak dapat menetapkan waktu. (melihat kearah Karnaen). Kita setel radionya, ya mas?
KARNAEN    :    Ah, di pagi hari begini tidak ada yang aneh. (melangkah mendekati Ani). Dan daripada mendengar radio aku lebih suka mendengar engkau menceritakan pendirianmu. Engkau lebih senang jadi pelayan daripada mengurus rumah tangga, An?
ANI    :    (berdiam perlahan-lahan menjauhi Karnaen). Saya tidak mengatakan, bahwa saya lebih senang jadi pelayan daripada mengurus rumah tangga, mas. Tapi saya belum hendak memikirkan berumah tangga, sebab saya masih senang bekerja.
KARNAEN    :    Tapi, An, ketika engkau dulu kubawa kesini keinginanku bukan hanya melihat engkau jadi pelayan di sini saja. Aku ingin melihat engkau menjadi wanita yang sungguh-sungguh wanita. Dan wanita yang kumaksudkan itu, ialah wanita yang cakap mengurus rumah tangga.
ANI    :    (terkulai menundukkan kepala). Mas, saya tiada mempunyai perkataan untuk menyatakan terima kasih atas kebaikan budi mas, sudah membawa saya kesini. Tapi, ketika saya datang disini dulu, saya tiada ingin lebih dari jadi pelayan, jadi pegawai sebagaimana kesanggupannya orang miskin didalam mencari sesuap nasi.
KARNAEN    :    (terdiam memalingkan muka).
TELPON (berbunyi)
ANI    :    (memandang kearah telpon).
KARNAEN    :    Tentu dari kapten Suherman, untukmu, An.
ANI    :    (melangkah menuju meja tulis, tapi baru dua langkah berhenti lagi). Barangkali untukmu, mas.
KARNAEN    :    (memandang Ani, kemudian segan menuju meja tulis, mengangkat telpon). Ya, di sini rumah makan Sambara. Tuan Sudarma belum datang. Saya anaknya. Ya. (telepon diletakkan, terus bermenung lalai).
ANI    :    (membelakangi Karnaen, mengelap rak)
ADEGAN 3
PEREMPUAN YANG BELANJA (masuk membawa kantong besar diisi barang belanjaan).
ANI    :    O, nyonya! Silakan masuk. (menghampiri, lalu meraba-raba kantong). Rupanya baru pulang dari pasar, ya? Oh! Nyonya membeli sandal juga. Berapa harga sandal begitu, nyonya?
PEREMPUAN    :    Tiga rupiah. Mahal , nona. Saya beli karena saya butuh saja. (mengeluarkan sandal dari kantong, memperlihatkan sandal kepada Ani).
ANI    :    Tapi kuat dan bagus nyonya. Berani saya membeli tiga rupiah. (memberikan lagi sandal).
PEREMPUAN    :    Saya pilih yang begini, sebab saya sudah tua. Untuk kaki nona tentu saj mesti lebih bagus dari ini. Dan saya lihat tadi di sana memang ada yang cocok sekali dengan kecantikan nona.
ANI    :    (setelah terdiam sejenak). Eh, kopi susu atau susu coklat yang mesti saya sajikan untuk nyonya?
PEREMPUAN    :    Saya hendak membeli manisan belimbing. Masih ada?
ANI    :    O, ada, nyonya. Berapa puluh?
PEREMPUAN    :    Dua puluh saja, lebih dari dua puluh, uangnya tidak cukup.
ANI    :    (pergi ke tempat kue-kue, mengambil, menghitung dan membungkus manisan belimbing).
KARNAEN    :    (berjalan kea rah pintu keluar).
ANI    :    Hendak kemana, mas?
KARNAEN    :    Ada perlu dulu sebentar. (terus keluar).
ANI    :    (memberikan bungkusan kepada perempuan). Hanya ini saja nyonya?
PEREMPUAN    :    (memberikan uang). Ya, ini saja. Betul satu rupiah?
ANI    :    Betul nyonya. (menerima uang). Terima kasih.
PEREMPUAN    :    Terima kasih kembali.
ANI    :    Mau terus pulang saja nyonya?
PEREMPUAN    :    Betul. Maklum di rumah banyak kerja. (tiba-tiba memandang Ani, terus menghela nafas). Ah, sayang anak saya yang laki-laki sudah meninggal dunia.
ANI    :    Mengapa nyonya?
PEREMPUAN    :    Kalau dia masih hidup,… ya kalau dia masih hidup, mau saja memungut nona sebagai menantu.
ANI    :    Ah!
PEREMPUAN    :    Sudah, ya. Permisi. (berjalan keluar).
ANI    :    Selamat bekerja di rumah, nyonya.(mengantar sampai ke pintu).
ADEGAN 4
ANI    :    (pergi ke belakang sambil bernyanyi-nyanyi).
PENGEMIS    :    (masuk perlahan-lahan dengan kaki pincang, melihat kekiri kekanan, ke rak tempat kue-kue, kemudian menuju rak itu dengan langkah biasa, tangannya membuka tutup toples hendak mengambil kue).
ANI    :    (tampil dari belakang). Hei! Engkau mau mencuri ya!
PENGEMIS    :    (cepat menarik tangan, menundukkan kepala)
ANI    :    Hampir, tiap engkau datang disini, engkau kuberi uang. Tak nyangka, kalau sekarang engkau berani berani datang di sini dengan maksud mencuri.
PENGEMIS    :    Ampun, nona, ampun.
ANI    :    Ya, kalau sudah ketahuan, minta ampun.
PENGEMIS    :    Saya tak akan mencuri, kalau saya punya uang.
ANI    :    Bohong!
PENGEMIS    :    Betul, nona, sejak kemarin saya belum makan.
ANI    :    Mau bersumpah, bahwa engkau tak hendak mencuri lagi?
PENGEMIS    :    Demi Allah, saya tak akan mencuri lagi, nona. Asal…
ANI    :    Tidak. Aku tidak akan memberi lagi uang padamu.
PENGEMIS    :    (sedih). Ah, nona, kasihanilah saya..
ANI    :    Tapi, mengapa tadi kau mau mencuri?
PENGEMIS    :    Tidak, nona, saya tidak akan sekali lagi. Kan saya sudah bersumpah. Ya, saya sudah bersumpah.
ANI    :    (mengambil uang dari laci meja). Awas, kalau sekali lagi kamu mencuri!
ADEGAN 5
SUDARMA    :    (masuk menjinjing tas, melihat kepada pengemis). Mengapa kau ada di sini? Ayo keluar!(kepada Ani). Mengapa dia dibiarkan masuk, An?
ANI    :    Hendak saya beri uang.
SUDARMA    :    Tak perlu. Pemalas biar mati kelaparan. Toh dia datang hanya mengotorkan tempat saja.
ANI    :    (melempar uang kepada pengemis). Nih! Lekas pergi.
PENGEMIS    :    Terima kasih nona, moga-moga nona panjang umur.
SUDARMA    :    Ayo pergi. Jangan kau mendongeng pula. Lekas dan jangan datang lagi disini!
PENGEMIS    :    (pergi keluar dengan kaki pincang).
SUDARMA    :    Lain kali orang begitu usir saja, An. Jangan rumah makan kita dikotorinya (dengan suara lain). Tak ada yang menanyakan aku?
ANI    :    Ada, tapi entah dari mana. Karnaenlah yang menerima telponnya tadi.
SUDARMA    :    Anakku sudah biasa lalai. Barusan dia ketemu di jalan, tapi tidak mengatakan apa-apa. (mengangkat telpon). Sembilan delapan tiga.
ANI    :    (mengelap kursi).
SUDARMA    :    (kepada Ani). Meja ini masih kotor, An.
ANI    :    (mengelap meja).
SUDARMA    :    (dengan telpon). Tuan kepala ada?-Baik-baik, (menunggu). Waaah, kalau sudah banyak uangnya lama tidak kedengaran suaranya, ya? -Ini Sudarma, bung. -Ha ha ha, betul! Biasa saja, menghilang sebentar untuk kembali berganti bulu. (tertawa). -Tapi bung, bagaimana dengan benang kanteh yang dijanjikan itu? -Ya, ya, benang kanteh. -Ah, ya! -Bagus, bagus. Lebih cepat, lebih nikmat.-Ya, ya, sebentar ini juga saya datang. Baik, baik. (telpon diletakkan, kepada Ani). Aku hendak pergi ke kantor pertemuan. Kalau ada yang menanyakan, baik perantaraan telpon atau datang, tanyakan keperluannya lalu kau catat, ya An? (melangkah).
ANI    :    Ya.
SUDARMA    :    Eh, jika nanti Usman datang disini, suruh dia menyusul aku ke kantor pertemuan. Dan engkau jangan bepergian.
ANI    :    Baik.
SUDARMA    :    (pergi keluar).
ADEGAN 6
ANI    :    (menyetel radio, membuka majalah melihat-lihat isinya).
USMAN    :    (masuk). Mana tuan Sudarma, An?   
ANI    :    (mengendurkan radio). Barusan pergi ke kantor pertemuan, paman.
USMAN    :    Who, katanya dia akan menunggu aku disini.
ANI    :    Ada juga pesannya kepada saya, supaya paman menyusulnyake kantor pertemuan.
USMAN    :    Dia itu, lepas sebentar saja dari mata, sudah sukar dikejar.
ANI    :    Sejak dari mana paman mengejar dia?
USMAN    :    Mulai dari rumahnya kami bejalan bersam-sama. Tapi ditengah jalan, dia meninggalkan. Katanya mau menunggu aku di sini. Begitulah mertuamu, An!
ANI    :    (berdiri). Mertua saya?
USMAN    :    Akan jadi mertuamu maksudku.
ANI    :    Tapi, paman, dari mana datangnya anggapan itu?
USMAN    :    Tidak dari mana-mana, hanya menurut kepantasan saja dan kebiasaan dalam pergaulan hidup. Menurut kepantasan, siapa berani berani mengatakan tidak pantas engkau jadi istri Karnaen. Menurut kebiasaan, engkau dan Karnaen itu sudah bergaul rapat sekali, bukan?
ANI    :    (menutup siaran radio). Tapi, paman…
USMAN    :    Ah, pendapat orang tua tak usah kau bantah. Tapi betul tadi tuan Sudarma menyuruh aku menyusul?
ANI    :    Ya.
USMAN    :    Ke kantor pertemuan katamu?
ANI    :    Betul.
USMAN    :    Biar hendak kususul kesana. (berjalan keluar).
ADEGAN 7

ANI    :    (menghela nafas, melangkah menuju pintu keluar seraya meninju-ninjukan kepalan tangan kanan kepada tangan kiri, di pintu, berdiri, melihat keluar; setelah menghela nafas, berjalan lagi menuju meja tulis;duduk di atas kursi, sebentar kemudian sudah berdiri lagi, terus merenung; cepat memandang ke arah telpon, tangannya diulurkan kesana, tapi cepat ditarik lagi, terus merenung menggigit-gigit bibir; lama dulu baru mengulurkan lagi tangan ke arah telpon dan sekali ini terus mengangkatnya). -Minta disambung dengan tiga tiga lima sembilan. (menunggu). Asrama Batalyon Lima disini? Minta bicara dengan tuan kapten Suherman.- sudah pergi? – o, tidak, tidak penting. Katakan saja dari Ani, dari rumah makan Sambara.- ya.- terima kasih. (telpon diletakkan).
ADEGAN 8
ANI    :    (merenung bersandar kepada meja tulis)
PEMUDA PEGAWAI KANTORAN     (masuk berdua)
PEMUDA 1    :    Selamat pagi!
ANI    :    Selamat pagi.
PEMUDA 1    :    (kepada kawannya). Kau mau minum apa?
PEMUDA 2    :    Kita mau minum? Apa tidak akan terlambat ke kantor nanti?
PEMUDA 1    :    Ah, masih pagi. (duduk di kursi). Susu saja ya?
PEMUDA 2    :    Terserah.
PEMUDA 1    :    (kepada Ani). Minta susu dua gelas nona.
ANI    :    (pergi ke belakang).
PEMUDA 2    :    Kau bilang dia menggembirakan. Mana menggembirakannya?
PEMUDA 1    :    Aku juga tidak mengerti, mengapa dia sekarang sedingin itu. Kemarin dia lain lagi kelihatannya.
PEMUDA 2    :    Rupanya harus kita yang memulai.
PEMUDA 1    :    Tapi sedingin itu aku tak sanggup.
PEMUDA 2    :    Dia malu, masih kanak-kanak.
PEMUDA 1    :    Ah, masa sebesar itu kanak-kanak.
ADEGAN 9
ISKANDAR    :    (masuk, melihat kepada tamu-tamu, lalu duduk di kursi).
ANI    :    (tampil membawa baki diisi dua gelas susu; melihat kepada Iskandar, lantas mempercepat langkah menuju meja yang dihadapi pemuda-pemuda). Kuenya apa, saudara? Tartyes atau lapis legit?
PEMUDA 1    :    Mana yang lebih enak?
ANI    :    Yang lebih enak tentu yang lebih mahal harganya.
PEMUDA 1    :    Tapi anehnya saya ini tidak suka kepada yang enak.
ANI    :    Mengapa?
PEMUDA 2    :    Sebab dia bukan manusia biasa, nona. Keluarbiasaannya ialah, kalau nona sudah satu kali kenal dengan dia, maka dia….
PEMUDA 1    :    Ya, nanti saya akan menelpon kesini. Asal saya sudah diberi tahu nama nona dan nomor telpon di sini.
ANI    :    Tapi saya hanya mau menerima, bila yang dibicarakan dalam telpon itu sungguh-sungguh penting.
PEMUDA 2    :    Itulah pula keanehan nona! (kepada kawannya). Tinggal kau tanyakan saja apa yang ditafsirkan “penting” oleh nona itu.
ISKANDAR    :    (pergi keluar).
ANI    :    (memperhatikan Iskandar).
PEMUDA 1    :    Ya, apa gerangan, nona, yang penting untuk nona itu?
ANI    :    Ah, saya tidak tahu. (mengundurkan diri, pergi ke belakang).
PEMUDA 2    :    Jinak-jinak merpati!
PEMUDA 1    :    Dan itulah yang menggembirakan hatiku.
PEMUDA 2    :    Hendak kau telpon kesini nanti?
PEMUDA 1    :    Ah, jangan dulu. Jangan tergesa-gesa.
PEMUDA 2    :    Engkau masih takut.
PEMUDA 1    :    (minum gembira).
ADEGAN 10
SUHERMAN    :    (masuk). An!
PEMUDA-PEMUDA  (memandang kepada yang datang).
ANI    :    (tampil). Oh, mas Herman. (gembira mendapatkan). Barusan tadi saya telpon mas ke asrama.
SUHERMAN    :    O, ya?
ANI    :    Saya tak sabar menunggu, mas, padahal susu untukmu sudah lama kusediakan. Saya takut kalau-kalau mas tidak akan datang.     
SUHERMAN    :    Kapan aku dusta padamu, bungaku?
ANI    :    Sampai sekarang belum pernah.
SUHERMAN    :    Tapi setelah aku datang disini, tak hendak aku kau beri minum, agar jasmaniku segar menghadapi engkau?
ANI    :    Ah, maaf, mas. Hampir saja lupa karena kesangatan gembira. Tapi karena sudah sejak tadi disediakan, mas tak akan lama menunggu. (pergi kebelakang).
PEMUDA 1    :    (berisyarat kepada kawannya menyuruh lekas menghabiskan susu).
PEMUDA 2    :    (minum menghabiskan susu).
SUHERMAN    :    (duduk di kursi).
ANI    :    (tampil membawa baki diisi gelas susu).
PEMUDA 1    :    (mencegat). Berapa nona?
ANI    :    Oh! Apa yang telah dimakan, saudara?
PEMUDA 1    :    Hanya minum susu dua gelas.
ANI    :    Satu rupiah.
PEMUDA 1    :    (memberikan uang).
ANI    :    (menerima uang). Terima kasih.
PEMUDA 1    :    Terima kasih kembali (kepada kawannya). Mari!
PEMUDA 2    :    (berjalan mengiringkan kawannya keluar).
ADEGAN 11
ANI    :    (mendapatkan Suherman). Ini saya sendiri yang bikin, mas, bukan koki.
SUHERMAN    :    (hendak menyalakan api untuk rokok). Bagus!
ANI    :    Bolehkah saya menyalakan api, mas?
SUHERMAN    :    Tentu, saja, bungaku.
ANI    :    (menyalakan api, membakar rokok di bibir Suherman).
SUHERMAN    :    Tak bosan aku memandang wajahmu.
ANI    :    Tapi kapan mas akan menepati janji mengajak saya jalan-jalan?
SUHERMAN    :    (minum dulu). Janji seorang tentara adalah janji yang tidak kosong. Tapi waktunya belum mengijinkan.
ANI    :    Banyak pekerjaan, mas?
SUHERMAN    :    Ya, dan pekerjaan tentara diikat oleh disiplin.
ANI    :    Tapi, mas gembira saja ya? Barangkali karena sudah banyak yang dilihat. (duduk didepan Suherman). Jika mas belum sempat membawa saya jalan-jalan, dapatkah mas sekarang bercerita kepada saya sebagai gantinya jalan-jalan?
SUHERMAN    :    Bercerita? Tapi cerita tentang apa?
ANI    :    Tentang….. ya, misalnya tentang tempat-tempat yang sudah mas datangi, yang menggembirakan mas. Biar saya turut gembira karena mendengarkan.
SUHERMAN    :    Tempat yang menggembirakan? Hm, ya, aku sudah pergi ke utara sampai ke pantai, ke selatan memasuki rimba, ke barat, ke timur, dan mendapat tempat yang paling menggembirakan di….. coba terka! Di mana?
ANI    :    Di mana, mas?
SUHERMAN    :    Di sini, sebab disini ada engkau!
ANI    :    Jika begitu, tidak usah saja pergi dari sini?
SUHERMAN    :    Pergi dari sini bagaimana?
ANI    :    Ah, mas, seringkali saya ingin pergi, sebab seringkali saya merasa kesal. (menundukkan kepala). Bagaimana, mas, supaya saya tidak kesal?
SUHERMAN    :    (memegang dagu Ani, menegakkan mukanya). Sekarang kesal juga berhadapan dengan aku?
ANI    :    Ti.. tidak.
SUHERMAN    :    Tersenyumlah, supaya akupun tidak kesal memandanginya.
ANI    :    (tersenyum).
SUHERMAN    :    Hm, siapa bilang engkau tidak indah? Segar rohaniku menghadapi engkau.
ANI    :    Tapi……. Akan sering mas menengok saya?
SUHERMAN    :    Sudah pasti, bungaku!
ANI    :    Dan janji tentara adalah….
SUHERMAN    :    (berdiri) janji yang tidak kosong.
ANI    :    Saya percaya.
SUHERMAN    :    Tapi pula tentara mesti selalu berdisiplin. Sekarang juga aku tak akan lama diam disini. (minum menghabiskan susu).
ANI    :    Nanti datang lagi disini?
SUHERMAN    :    (memberikan uang). Tentu.
ANI    :    Jam berapa?
SUHERMAN    :    Takkan sampai menjelang satu jam. Asal kewajibanku sekarang selesai dilakukan, aku datang lagi dan ada lagi dihadapanmu.
ANI    :    Dan janji tentara adalah….
SUHERMN    :    (memegang dagu Ani). Janji yang tidak kosong. (berjalan, di pintu berdiri memandang Ani). Kutinggalkan dikau bungaku. Segarlah, jangan layu sebelum dipetik! (keluar).
ANI    :    (mengikut sampai pintu).
ADEGAN 12

ANI    :    (menyimpan gelas bekas susu kebelakang, masuk lagi membersihkan meja dan kursi sambil tidak berhenti-henti menyanyi).
RUKAYAH    :    (masuk). Gembira sekali pagi ini, An!
ANI    :    Apa tidak boleh manusia bergembira lantaran ada harapan?
RUKAYAH    :    Oh, engkau rupanya hendak mengajak aku berfilsafat. Tapi harapan dari mana, An?
ANI    :    Dari orang, Ruk. Dari orang yang mengerti kepada keinginanku.
RUKAYAH    :    O, ya? Siapa gerangan orangnya?
ANI    :    Tak usah kau tahu.
RUKAYAH    :    Oi, agak degil pula engkau ini, ya?
ANI    :    Degil atau tidak degil, tapi aku tak akan mengatakannya. Walaupun begitu, namun keteranganmu sebagai kawanku sangat kubutuhkan.
RUKAYAH    :    Keterangan apa?
ANI    :    Apa artinya, Ruk, bila perempuan ingin menyerahkan segenap raga dan jiwanya kepada laki-laki?
RUKAYAH    :    Oh, engkau sudah sampai kesana? Itu sama saja dengan dua kali dua yaitu empat, perempuan ingin menyerahkan raga dan jiwanya kepada laki-laki, yaitu …cinta..! patut kemerah-merahan.
ANI    :    Betul kemerah-merahan?
RUKAYAH    :    Sangkamu engkau dapat menyembunyikan isi hati?
ANI    :    Ah, kukira kebahagiaanku hanya impian, takkan sampai kelihatan orang lain.
RUKAYAH    :    Siapa laki- lakinya, An?
ANI    :    Tidak akan kusebutkan. Belum waktunya.
RUKAYAH    :    Cantik? Jantan?
ANI    :    Itu bukan soal untukku. Yang membahagiakan aku ialah lantaran dia mengerti kepada keinginanku.
RUKAYAH    :    Aku mengiri juga padamu. Tapi…
ANI    :    Tapi apa?
RUKAYAH    :    Ah, tidak.
ANI    :    Katakan, Ruk. Katakan!
RUKAYAH    :    Ingin aku bertanya, apa kehendak menyerahkan raga dan jiwa kepada laki-laki itumenurut perasaan saja, atau juga menurut pikiran. Sebaba menurut pendapatku cinta itu baru benar, jika pikiran turut menghitungnya.tapi ini hanya pendapatku saja. An, pendapat seorang perempuan yang tak mau dipandang lebih rendah oleh laki-laki, oleh umat yang umumnyamemandang hidup dengan pikiran. Kalau aku menghadapi laki-laki dengan perasaan saja, alamat akan celakalah aku sebagai perempuan.
ANI    :    Jadi menurut engkau, laki-laki itu dianggap….
RUKAYAH    :    Musuh tapi kawan!
ANI    :    Aku belum kesana,Ruk
RUKAYAH    :    Tak usah, nanti seperti aku, sukar mendapat tunangan, sehingga sekarang juga….. ya sekarang aku mengiri padamu. Sungguh, aku mengiri. An, aku takut, kalau-kalau engkau sejak sekarang takkan lagi jadi kawanku.
ANI    :    Ah, masa, Ruk. Aku sekarang masih juga aku yang kemarin.
RUKAYAH    :    Bohong! Engkau sekarang sudah jadi kepunyaan laki-laki itu. (berjalan). Sudahlah! Nanti kita bersua lagi.
ANI    :    Nanti dulu! Engkau mau kemana? Tergesa-gesa benar.
RUKAYAH    :    Hendak menegok dulu tempat untuk rapat nanti.
ANI    :    Nanti kesini lagi?
RUKAYAH    :    Selama engkau disini, belum dibawa laki-laki itu, tentu aku kesini.(terus berjalan keluar).
ADEGAN 13
ANI    :    (merenung).
ISKANDAR    :    (masuk, berdiri memandang Ani).
ANI    :    (terkejut, tegak memandang Iskandar). O, engkau yang…… selalu datang disini bukan untuk belanja?
ISKANDAR    :    (duduk di atas meja). Ya, aku datang disini bukan untuk belanja, tapi untuk……. Menengok, melihat engkau.
ANI    :    Untuk menakutkan aku!
ISKANDAR    :    (tersenyum pahit). Terima kasih.
ANI    :    Apa terima kasih?
ISKANDAR    :    Karena aku kau takut. Aku tahu bagimu aku memang bukan seperti laki-laki yang banyak.
ANI    :    Ya, tidak seperti yang banyak, tidak tahu adat kesopanan, duduk bukan ditempatnya duduk.
ISKANDAR    :    (merokok).Aku manusia merdeka.
ANI    :    Tapi disini rumah makan, bukan kebun tempat pelancong berbuat semaunya.
ISKANDAR    :    Pelancongan? Hm, orang boleh berkata sesuka hatinya. Tapi bagiku, lebih baik aku disebut pelancongan daripada seperti engkau diam disini untuk bermain sandiwara, mendagangkan kecantikan, menipu laki-laki, supaya mau belanja kesini.
ANI    :    Berani pula engkau menghina aku!
ISKANDAR    :    Maunya engkau hanya dipuji saja.
ANI    :    Perduli apa untukmu?
ISKANDAR    :    Sangkamu aku seperti mereka, datang disini untuk minum karena ditipu oleh kecantikanmu?
ANI    :    Tutup mulutmu!
ISKANDAR    :    Tidak! Selama bibirku melekat pada badanku, aku berhak berkata kepadamu.
ANI    :    Hak? Hak apa? Memangnya aku ini kerabatmu yang boleh kau hina? Memangnya rumah makan ini rumahmu, tempat engkau berkata dan berbuat semaunya terhadap orang lain? Ya, aku tahu, engkau menaruh dendam kepadaku, sebab kau cinta kepadaku, tapi tak sanggup mengatasi laki-laki lain, lantaran engkau tidak bekerja, kecuali mondar-mandir mengukur jalan.
ISKANDAR    :    (bangkit berdiri). Apa? Aku cinta padamu? Hh, memangnya aku ini buta? Sangkamu aku suka melihat kecantikanmu? Bah! Apa arti wajahmu.
ANI    :    Lekas pergi! Tak sudi aku melihat mukamu. Dasar lancongan. Tak tahu adat. Gampang saja membuka mulut.
ISKANDAR    :    Engkau yang gampang membuka mulut memainkan bibir. Kau sangka bibirmu itu dipandang bagus oleh semua orang?
ANI    :    Pergi! Pergi!
ISKANDAR    :    Tidak!
TELPON (berbunyi).
ANI    :    (cepat mengangkat telpon). Ya, disin rumah makan Sambara. –Tidak ada tuan, belum datang (telpon diletakkan, terus kepada Iskandar). Ayo pergi! Aku benci melihat kau.
ISKANDAR    :    (diam memandang).
ANI    :    Engkau tak akan pergi?
ISKANDAR    :    Tidak, sebelum aku sendiri yang mau.
ANI    :    Engkau rupanya bukan pelancongan saja, tapi setengah matang. Kau kira siapa yang lebih berkuasa disini, engkau atau aku?
ISKANDAR    :    Hh, mentang-mentang jadi pelayan, hendak mengaku berkuasa. Engkau tidak berkuasa disini, tapi engkau disini dibelenggu, diperbudak. Cis! Katanya saja manusia itu merdeka, tak tahunya kecantikannya sendiri jadi kedok yang membelenggu, menyuruh dia disini mendustai diri sendiri dan menipu orang lain…
ADEGAN 14
KARNAEN    :    (masuk). Ada apa, An? Kedengarannya ribut.
ANI    :    Dia orang setengah malang, mas. Datang disini untuk menghina mengejek saja.
KARNAEN    :    Suruhlah dia pergi dari sini.
ANI    :    Sudah, tapi dia tak mau pergi.
KARNAEN    :    (kepada Iskandar). Saya minta dengan sangat, supaya saudara pergi meninggalkan tempat ini.
ISKANDAR    :    Perlu apa saudara turut campur?
KARNAEN    :    Saya orang disini.
ISKANDAR    :    Tapi saya tidak berurusan dengan saudara. Saya berurusan dengan dia.
KARNAEN    :    Dari itu, kalau saudara berurusan dengan dia, berarti saudara berurusan pula dengan saya, sebab saya pelindung dia.
ISKANDAR    :    Patut!
KARNAEN    :    Apa?
ISKANDAR    :    Patut jadi pelindung dia, sedap muka saudara tak sedap di mata.
KARNAEN    :    Engkau di sini rupanya mencari perselisihan ya? Kalau begitu, atas nama ketertiban rumah makan ini, engkau kuusir, mesti pergi sekarang juga. Jika tidak, nanti kupanggil polisi.
ISKANDAR    :    Panggilah polisi, supaya kian jelas, bahwa orang-orang disini dibelenggu, menggantungkan diri kepada orang lain.
KARNAEN    :    Sekali lagi aku bertanya, mau pergidari sini, tidak?
ISKANDAR    :    Tidak!
KARNAEN    :    (cepat mengangkat telpon). Minta kantor polisi! –ya, ini kantor polisi? –di sini rumah makan Sambara. –saya minta bantuan polisi , supaya lekas mendatangi kamidisini.-ada yang mengganggu ketertiban, datangdisini mencari perselisihan. –dia mengejek, menghina kepada kami. –boleh jadi dia gila. –sudah, tapi dia tak mau pergi. –ya, sekarang masih ada di sini. –terima kasih! (telpon diletakkan).
ISKANDAR    :    Itukah keberanianmu, keberanian pelindung?
KARNAEN    :    Aku manusia beradab, tahu aturan, bukan karena takut menghadapi engkau.
ISKANDAR    :    Hh, manusia itu pakainnya saja yang bagus, tak tahu ia, bahwa itu hatinya lebih kotor dari kakus. (berjalan hendak keluar).
KARNAEN    :    (menghampiri seraya mengepalkan tangan). Jangan lari pengecut!
ISKANDAR    :    Aku manusia merdeka, tiada seorang juga yang berhak menyuruh dan menahan aku. (terus berjalan).
KARNAEN    :    (menjangkau bahu Iskandar). Diam!
ISKANDAR    :    (cepat memutar badan, meninju Karnaen).
KARNAEN    :    (jatuh terlentang).
ISKANDAR    :    (menjunjung kursi hendak membanting Karnaen).
ANI    :    (menjerit).
ISKANDAR    :    (melepaskan kursi dari pegangan, pergi keluar).
ADEGAN 15
ANI    :    (cepat mendapatkan Karnaen, menolong membangunkan). Sakit, mas?
KARNAEN    :    (bangkit memijit-mijit tangan kiri). Ya.
ANI    :    Oh, apa yang mesti kulakukan?
KARNAEN    :    Tariklah oleh kedua belah tanganmu. (mengulurkan tangan kiri).
ANI    :    (memegang tangan Karnaen dan menariknya).
KARNAEN    :    (menyeringai). Aduh! Sudah, An sudah dulu!
ANI    :    (melepaskan tangan Karnaen).
KARNAEN    :    (memalingkan muka Ani dan memijit-mijit tangan). Dapatkah selamanya engkau mengulurkan tangan kepadaku, mengindahkan suara hatiku, An?
ANI    :    Saya tidak mengerti, mas.
KARNAEN    :    (terkulai). Ya, engkau tak tahu menaruh kasihan kepadaku. (berjalan perlahan-lahan). Hanya jika aku memakai baju tentara, baru engkau mau mengindahkan cintaku.
ANI    :    Ah, mas, saya kian tidak mengerti.
KARNAEN    :    (duduk di kursi, membelakangi Ani). Bukankah orang seperti Suherman yang kau indahkan dan kau anggap laki-laki yang patut kau serahi baktimu?
ANI    :    (tertunduk). Mengapa mas sampai kesana pula?engkau kusayangi, mas, kusayangi sebagai adik terhadap abang. Tak nyana bila Suherman mas anggap sebagai saingan.
KARNAEN    :    (diam merengut memijit-mijit tangan).
ANI    :    (mengulaikan kepala).
ADEGAN 16
POLISI    :    (masuk). Tadi ada telpon dari sini ke kantor polisi.
KARNAEN    :    (bangkit). Benar, saya yang telpon.
POLISI    :    Mana orangnya yang mengadakan keonaran itu?
KARNAEN    :    Sudah pergi setelah meninju saya pula. Tapi kalu dicari, dia belum jauh larinya. Dia mesti tertangkap, tuan. Mesti, sebab tangan saya sampai sakit begini.
POLISI    :    Sebelum dia meninju tuan, apa yang dilakukannya disini, sampai tuan tadi menelpon kami?
KARNAEN    :    Menghina nona itu. Saya tidak tahu bagaimana menghinanya, Cuma ketika saya datang disini, kedapatan mereka sedang bertengkaran kata. Sebagai orang disini, saya lalu menyuruh orang itu pergi meninggalkan tempat ini. Tapi membatu, sampai terpaksa saya menelpon polisi.
POLISI    :    (kepada Ani). Nona dihina bagaimana oleh orang itu?
ANI    :    Sebenarnya orang itu sudah sering datang disini, tapi tidak selalu datang untuk belanja. Begitu pula tadi, datangnya hanya untuk duduk di atas meja. Ketika saya cela perbuatannya, dia malah terus mencela pekerjaan saya, caranya seperti di rumah sendiri terhadap bujangnya, dengan mengeluarkan kata-kata yang tak patut dikatakan.
POLISI    :    Apa katanya kepada nona?
ANI    :    Bahwa saya disini menjual kecantikan, bahwa saya disini jadi pendusta, penipu. Lagipula ia berkata dengan marah-marah.
POLISI    :    Nona tidak bersikap apa-apa terhadap dia?
ANI    :    Saya usir, tapi dia membatu.
POLISI    :    Tidak ada sangkaan, kalau-kalau orang itu gila?
KARNAEN    :    Boleh jadi dia setengah matang, sebab pakaiannya juga sudah tak keruan, rambutnya kusut, mukanya seram.
POLISI    :    Tidakkah orang itu memakai celana hitam, bajunya putih sudah kotor disebelah punggungnya?
KARNAEN    :    Ya, betul dia.
POLISI    :    Badannya tinggi kurus?
KARNAEN    :    Ya.
POLISI    :    Pelancongan! Tapi dia mudah dicari.
ADEGAN 17
SUDARMA    :    (masuk diiringkan Usman). Who, ada apa?
KARNAEN    :    Pelancongan membikin keonaran disini.
SUDARMA    :    Lantas?
KARNAEN    :    Ya, polisi ini hendak menguruskannya.
SUDARMA    :    Mana orangnya sekarang? Kok, berani benar membikin keonaran di rumah makanku. Apa yang dilakukannya disini?
KARNAEN    :    Dia menghina Ani, meninju saya dan terus lari, karena itu (kepada polisi) akan tuan cari bukan?. Sebab saya tidak merasa puas.
POLISI    :    Kalau betul orang itu sebagaimana yang saya lukiskan tadi, niscaya saya dapat mencarinya. Kami dari pihak polisi sudah tahu dimana dia sering ada.
KARNAEN    :    Saya rasa, betul, tak salah lagi dialah orangnya.
POLISI    :    Baik, tuan, saya akan menjalankan kewajiban. Jika ia sudah diketemukan, nanti tentu dibawa kemari. Dalam satu jam ini, jangan tuan dan nona pergi dulu dari sini, sebab bagaimanapun juga, dalam satu jam ini saya akan datang lagi kesini memberi kabar.(melangkah hendak keluar).
SUDARMA    :    Nanti dulu! Sebagai yang punya rumah makan , saya memberatkan pengaduan anak saya itu, sebabbagaimanapun juga, orang yang membikin keonaran disini berarti hendak merugikan perusahaan saya, bukan?
POLISI    :    Betul.

SUDARMA    :    Nah, dari itu saya sangat mengharap, supaya dia lekas tertangkap, inign segera kulihat batang hidungnya.
POLISI    :    (terus pergi keluar).
SUDARMA    :    (berjalan menuju meja tulis). Ada-ada saja, rumah makanku mau dijadikan tempat adu tinju. (kepada Karnaen). Tapi tidak engkau yang salah?
KARNAEN    :    Kalau saya yang salah, saya tidak akan berani menelpon polisi.
USMAN    :    Bagaimana sih, asalnya?
KARNAEN    :    Dia orang setengah matang, paman. Mulanya datang disini mendapatkan Ani, waktu saya tidak ada. Ketika saya datang disini, kedapatan Ani dan dia sedang bertengkaran kata.
USMAN    :    O, begitu? (kepada Ani). Apa yang ditengkarkannya, An?
ANI    :    Dia mnghina saya, mengganggu saya.
USMAN    :    Tapi begitulah selama engkau tidak kawin. Engkau akan selalu diganggu orang, akan selalu merasa tidak aman. Karena itu kunasihatkan, supaya lekas saja kawin. Orang kawin nyata mendekati keselamatan, menjauhi kecelakaan. Tidak sia-sia Tuhan mengadakan aturan mesti kawin kepada umatnya.
ANI    :    Tetapi itu bukan lantaran saya tidak kawin, paman. Orang itu tidak sopan saja , boleh jadi setengah matang.
USMAN    :    Kalau engkau punya suami, kan tidak akan ada lagi laki-laki yang mau mengganggu engkau.
SUDARMA    :    (menghitung uang di atas meja tulis). Tapi kalau dia sudah kawin, berarti akan meninggalkan pekerjaan disini. Itu tak hendak kuijinkan.
USMAN    :    Apa alangannya setelah kawin dia tetap bekerja disini? Dengan begitu malah memberi kesucian kepada rumah makan ini, sebab nanti tidak akan ada lagi laki-laki yang datang disini dengan maksud hanya main-main dengan Ani. Betul tidak, An?
ANI    :    Betul juga, paman.
USMAN    :    Nah, kawinlah! Jangan jauh mencari suami, kawinlah dengan Karnaen.
KARNAEN    :    Tidak, paman. Dia sudah ada mempunyai pemuda yang diidam-idamkannya.
USMAN    :    Lho, siapa?
KARNAEN    :    Suherman, kapten tentara.
USMAN    :    Ah, kukira dia akan kawin dengan kamu.
SUDARMA    :    Mentang-mentang engkau kyai, engkau dimana-mana terus saja menganjurkan kawin kepada orang yang belum kawin. Seperti engkau saja yang nanti hendak membelanjai ongkos rumah tangga suami isteri itu.
USMAN    :    Aku bicara atas nama pagar keselamatan.
SUDARMA    :    Nanti dulu, jangan membicarakan kawin. Kawin perkara gampang, asal si laki-laki sudah ada uang, tinggal jadi (kepada Ani). Tapi, An, tadi tidak ada telpon untukku?
ANI    :    Ada.
SUDARMA    :    Dari siapa?
ANI    :    Saya lupa menanyakan dari siapa-siapanya.
SUDARMA    :    Kok lupa! Kan tadi aku berat berpesan supaya yang menanyakan aku, mesti kau catat dan ditanya apa keperluannya. Jika begitu, sia-sia saja aku menggaji orang disini.
ANI    :    (menundukkan kepala).
SUDARMA    :    Itu berarti melalukan keuntungan. Sebab orang yang menelpon itu sudah pasti berurusan dagang.
ANI    :    Saya tadi…… sedang kacau ingatan+.
SUDARMA    :    Ah, kacau ingatan! Hanya yang sakit rohani, kacau ingatan.
USMAN    :    Memang sudah biasa, kacau ingatan itu jadi penyakit orang yang belum kawin.
ANI    :    (menyapu-nyapu mata).
USMAN    :    Mengapa engkau menangis, An? (menghampiri).
ANI    :    Saya……… saya ingat kepada nasib, paman.
USMAN    :    Tapi mengapa mendadak sekali?
ANI    :    Saya ini sendiri di dunia, tak ibu, tak bapa. (sedih). Dan orang yang saya anggap tempat menumpangkan diri, ternyata tidak sayang. (mengisak).
USMAN    :    (menyapu-nyapu rambut Ani). Sabar, nak, sabar. Orang sabar dikasihani Tuhan…….
KARNAEN    :    (pergi kearah pintu keluar).
SUDARMA    :    (tercengang memandang Ani).
ADEGAN 18
SUHERMAN    :    (masuk heran memandang).
KARNAEN    :    (melihat kepada Ani, melihat kepada Suherman). Dia menunggu saudara, kapten Suherman.
SUHERMAN    :    Menuggu saya bagaimana? Ada apa sih yang terjadi di sini? Ada apa yang terjadi, An?
ANI    :    (menyapu mata). Tidak…  tidak ada apa-apa.
SUHERMAN    :    Saya tidak mengerti. (kepada Karnaen). Apa maksud saudara dengan dia menunggu saya itu?
KARNAEN    :    Bukankah saudara cinta kepadanya?
SUHERMAN    :    Tapi apa salahnya saya mencintai dia?
KARNAEN    :    Cinta saudara tentu tidak hanya cinta saja.
SUHERMAN    :    Ya, lantas?
KARNAEN    :    (memandang kepada Usman).
USMAN    :    Begini, anak muda. Menurut kebiasaan, cinta itu adalah bunga dari perkawinan. Jadi……
ANI    :    (menyembunyikan muka dibelakang kedua belah tangan). Sudah! Sudah! Jangan aku terus diombang-ambingkan. (mengisak).
SUHERMAN    :    Rupanya saya datang disini sangat tidak kebetulan. Lebih tidak kebetulan lagi, karena baru sekali ini saya mendengar orang hendak turut campur dengan cinta saya. Dalam cita-cita saya, saya datang disini akan menemui kebahagiaan, tapi tenyata malah disambut dengan hendak didikte, bahkan rupanya hendak disuruh kawin. Saya bantah perkataan yang menyatakan, bahwa cinta itu bunga dari perkawinan, saya tentang anggapan saudara-saudara yang memandang saya rendah, menyamakan saya kepada anak kecil yang dimestikan menelan segala yang disuapkan kedalam mulutnya.
USMAN    :    Ah, kamipun tidak memandang rendah kepada tuan.
SUHERMAN    :    Orang menyuruh saya kawin itu tidak memandang rendah, tidak menganggap saya ini orang tolol yang tidak tahu arti cinta kepada perempuan? Tidak, saya tidak merasa senang dengan perkataan saudara. Saya malah merasa dihina.
USMAN    :    Saya juga tidak hendak menyuruh kawin.
SUHERMAN    :    Habis? Sangka saudara, saya mencintai perempuan itu untuk kawin?
USMAN    :    Maksud kami tidak begitu, tapi……
ANI    :    Sudah! Sudah! Saya tahu bahwa orang hanya suka kepada senyumanku, tidak suka kepada air mataku. (menangis pergi ke belakang).
SUHERMAN    :    Betul-betul datang saya disini sial! (melangkah).
SUDARMA    :    Nanti dulu, tuan. Duduk-duduklah dulu. Minum kopi susu atau susu coklat? Nanti Ani melayani tuan.
SUHERMAN    :    Tidak, saya tak mau minum apa-apa dan tak akan datang lagi di sini. Selamat tinggal! (terus berjalan keluar).
SUDARMA    :    (kepada Usman). Engkau juga yang mengacaukan. Engkau menghendaki keselamatan, tapi sikapmu mengacaukan, merugikan rumah makanku. (mengeluarkan surat-surat dari dalam tas, duduk menghadap meja tulis). Rumah makanku mau dijadikan tempat tukang gado-gado. Seperti tiada lagi soal yang lebih penting dari perkara kawin! (menyusun surat-surat). Hh, kawin! Kawin!
USMAN    :    (mengambil botol limun dari lemari, menuangkan isinya kedalam gelas, lalu duduk, minum).
ADEGAN 19
POLISI    :    (masuk mengiringkan Iskandar).
KARNAEN    :    (berdiri menyambut).
POLISI    :    (kepada Karnaen). Betul ini, orang yang tuan maksudkan itu?
KARNAEN    :    Ya, betul.
POLISI    :    Tapi, mana nona yang tadi?
KARNAEN    :    Ada di dalam (kepada Usman). Coba panggil dia, paman.
USMAN    :    An! Ini polisi datang! Kesini kau sebentar.
ANI    :    (tampil dengan perangai kusut).
POLISI    :    (kepada Ani). Inikah orang yang tadi menghina nona itu?
ANI    :    (hampir tak kedengaran). Ya.
POLISI    :    (kepada Iskandar). Tadi engkau sudah datang di sini dan mengadakan keonaran di sini. Engkau sudah menghina nona itu dan meninju tuan ini. Betul tidak?
ISKANDAR    :    Saya meninju dia, sebab dia hendak menahan saya di sini.
POLISI    :    Menahan bagaimana?
ISKANDAR    :    Saya mau pergi dari sini, tapi mengapa dia memegang bahu saya?
KARNAEN    :    Sebab dia hendak lari meninggalkan dosa, mencela mengejek perbuatan saya menelpon polisi. Dikatakannya bahwa hati saya lebih kotor daripada kakus.
POLISI    :    (kepada Iskandar). Betul engkau pernah berkata begitu?
ISKANDAR    :    Ya, sebab saya merasa sebal, mengapa setelah dia turut campur dengan urusan saya dan perempuan itu, lalu membawa-bawa polisi pula.
KARNAEN    :    Tapi saya menelpon polisi, setelah dia takmau diusir, setelah saya peringatkan pula, bahwa bila dia tidak mau pergi, saya akan minta bantuan polisi. Saya menelpon polisi sebagai orang yang tak mau berselisih, sekalipun dia sudah seakan-akan menantang berkelahi dengan mengejek menyebut tak sedap melihat muka saya.
ISKANDAR    :    (tajam menatap mata polisi). Saya akan ditahan?
POLISI    :    Ya.
ISKANDAR    :    (dalam mulut). Akibat perempuan…… pendusta, penipu.
POLISI    :    Jangan ngomel lagi. Ayo, kita pergi!
ANI    :    (bangkit dari duduk). Nanti dulu!
POLISI    :    Ada apa lagi, nona?
ANI    :    Mengapa dia disalahkan?
POLISI    :    Who, kan  kata nona tadi dia menghina nona. Itulah salah satu dari kesalahannya.
ANI    :    Tidak! (maju ke depan). Dia tidak salah. Sayalah yang salah. Kalau harus ditahan, sayalah yang mesti ditahan. Jangan dia, sebab dia tidak bersalah.
POLISI    :    Salah bagaimana?
ANI    :    Saya tadi tidak terus terang, bahwa saya sesungguhnya….. sesungguhnya dia tidak menghina saya. Sebaliknya, saya yang menghina dia.
POLISI    :    (memandang orang lain). Jadi…. Jadi perkataan nona tadi, bahwa dia menghina nona itu tidak benar?
ANI    :    Ya.
POLISI    :    Tidak benar dia sudah melahirkan ejekan, menyebut penipu dan sebagainya kepada nona?
ANI    :    Betul dia berkata begitu, tapi tadi saya dungu, tidak mau terus terang, bahwa sebenarnya…… sebenarnya apa yang dikatakannya itu mengandung kebenaran, bahwa sebenarnya saya sudah dusta kepada diri sendiri dan kepada orang lain.
POLISI    :    Jadi nona sekarang merasa puas, sehingga urusan ini tidak perlu dilanjutkan?
ANI    :    Ya.
KARNAEN    :    Tapi saya belum puas dan minta supaya perkara ini dilanjutkan.
ANI    :    Boleh dilanjutkan juga, dan saya sedia masuk bui.
POLISI    :    (kepada Karnaen). Soal ini jadi soal remeh yang tidak perlu dibawa keatas, tuan. Asal antara tuan dan dia tidak ada lagi perasaan apa-apa (kepada Iskandar). Engkau masih dendam kepada tuan ini?
ISKANDAR    :    Buat apa dendam kepadanya, terikat oleh lolongan anjing di tepi jalan hidupku?
POLISI    :    Maksudku, mau engkau dantuan ini maaf-memaafkan?
ISKANDAR    :    Sejak saya meninggalkan dia tadi, dia sudah kumaafkan.
POLISI    :    (kepada Karnaen). Dia sudah mengatakan begitu, tuan. Tinggal pihak tuan.
KARNAEN    :    (melihat kepada orang lain).
POLISI    :    Tuan mau memaafkan dia atau tidak?
KARNAEN    :    (perlahan-lahan). Ya, saya maafkan.
RUKAYAH    :    (masuk, heran memandang).
POLISI    :    Perkara ini sudah beres, (kepada Iskandar). Engkau boleh pergi, tapi perhatian polisi kepadamu lebih daripada waktu yang lalu, terutama sebelum engkau mengubah laku sebagai pemalas, engkau akan terus diperhatikan polisi.
SUDARMA    :    Awas! Sejak sekarang, engkau tak boleh datang lagi disini. Sekali lagi engkau berani melancong kesini mendekati nona itu, akan kau tahu rasanya nanti.
ISKANDAR    :    (melangkah hendak keluar).
ANI    :    Nanti dulu!
ISKANDAR    :    (berhenti berjalan memandang Ani).
ANI    :    Tunggu dulu! (pergi ke belakang).
KARNAEN    :    (berdiri memandang Ani).
POLISI    :    Dia mau apa lagi?
SUDARMA    :    (tercengang). Entahlah!
RUKAYAH    :    (menghampiri Usman). Ada kejadian apa, paman?
USMAN    :    Walahualam. Kita lihat saja.
ADEGAN 20
ANI    :    (tampil membawa koper).
USMAN    :    Mau kemana, An?
ANI    :    Saya mau keluar dari sini.
SUDARMA    :    Nanti dulu! Nanti dulu! Jangan tergesa-gesa begitu, An. Siapa yang menyuruh engkau keluar dari sini? Aku sayang kepadamu dan berjanji akan menaikkan gajimu, asal jangan pergi dari sini.
ANI    :    Tidak! Saya tak hendak diikat lagi. Saya mau hidup merdeka.
SUDARMA    :    Ah, merdeka, merdeka bagaimana? Nanti engkau sukar mencari lagi pekerjaan, mencari kesenangan seperti di sini.
ANI    :    Saya tidak senang di sini, karena itu saya mau pergi. Saya harus jauhi segala kepalsuan dalam rumah makan ini, dan akan pergi bersama orang jujur.
SUDARMA    :    Orang jujur? Siapa?
ANI    :    (menunjuk Iskandar). Dialah yang jujur.
ISKANDAR    :    (tegak memandang Ani).
SUDARMA    :    Dia jujur katamu? Dia pelancongan, An! Jangan matamu melek, tapi tidak melihat.
ANI    :    Mata saya melek dan melihat, bahwa kebenaran ada padanya. Dia betul tidak bekerja, tapi (kepada Iskandar). Jika engkau sudah tidak merasa sendiri lagi di dunia, akan mau engkau bekerja?
ISKANDAR    :    Ya, tentu.
ANI    :    Mau engkau hidup bersama aku?
ISKANDAR    :    Mengapa tidak?
ANI    :    (kepada Sudarma). Gaji saya yang belum dibayar, saya minta supaya dihadiahkan kepada fakir miskin. (kepada Karnaen). Mas, saya doakan, mudah-mudahan mas segera mendapatkan istri yang cakap mengurus rumah tangga. (pada Rukayah). Ruk, aku akan pergi!
RUKAYAH    :    (memegang tangan Ani). Tak salah kiranya kataku tadi, An.
ANI    :    Bukan, Ruk, aku yang sekarang bukan lagi aku yang tadi kau sindir. Aku akan berhenti main sandiwara dan akan pergi bersama musuh-tapi-kawanku, mengawani dia sebagai perempuan yang akan berjuang berdampingan.
RUKAYAH    :    Engkau berkata lain dari tadi. Jika tadi aku mengatakan iri padamu untuk menyindir belaka, sekarang aku mengiri padamu dengan sesungguh-sungguhnya.
ANI    :    Tapi, Ruk, apa yang mesti kau irikan, kalau aku sekarang masih juga aku yang tadi? Marilah kita pergi bersama.(melangkah).
ISKANDAR    :    Kopermu, tidak berat?
ANI    :    Mau kau bawa?
ISKANDAR    :    Ya, sebagai laki-laki.
ANI    :    (menyerahkan koper).
POLISI    :    Nah, jika begitu engkau tidak malas, tidak lagi dicurigai polisi.
USMAN    :    Nanti dulu! Kamu berdua akan kawin?
ANI    :    Bisa jadi, paman.
USMAN    :    Jika demikian, kusampaikan doa, moga-moga kamu berdua dilindungi dan dikaruniai Tuhan selalu.
ANI    :    Mari, Ruk, kita pergi! (berjalan keluar disampingi Rukayah, diiringkan Iskandar).
ADEGAN 21

POLISI    :    (menepuk dahi). Bingung juga kepalaku memikirkan mereka! (pergi keluar).
SUDARMA    :    (kepada Usman). Engkau juga yang jadi gara-gara semuanya ini. Engkau dengan anjuranmu : kawin! Kawin!
USMAN    :    Tapi aku menganjurkan kawin, tadinya aku mau menolong anakmu.
SUDARMA    :    Bah! Menolong apa?
USMAN    :    Anakmu sudah lama ada cita-cita mau memperistrikan Ani. Dia minta tolong kepadaku supaya Ani mau kawin dengan dia.
SUDARMA    :    (kepada Karnaen). Betul, Karnaen?
KARNAEN    :    Ya, saya yang sial……

LAYAR
Priangan, Januari 1947
 

Jurnal Eka Mustika Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Blogger Templates